Juz 1 Ustad Abu Usaamah, Lc

Kamis, 10 Maret 2016

CARA MEMBUAT TULISAN PUTUS - PUTUS


TIPS BERHITUNG PADA ANAK USIA DINI

Tips Berhitung dan Bermain Bersama Anak Usia Dini Melalui iPad


Hari ini, saya membagikan tentang kemampuan dasar berhitung yang dapat mulai dipelajari oleh anak berusia 1-2 tahun. Selain itu, saya juga akan coba menuliskan beberapa aplikasi pilihan yang dapat membantu usaha Anda ini.

Salah satu pelajaran dasar dalam berhitung adalah proses mengenali angka dari 1 sampai dengan 10. Meskipun belum bisa bicara dengan lancar, anak berusia satu tahun sudah mampu untuk mengenali angka 1-10. Dengan menunjuk maupun menggunakan bahasa isyarat yang lain, Anda dapat sedikit banyak mengetahui apakah anak Anda telah mengenal angka-angka tersebut.

Jika anak Anda sudah berusia 2 tahun, maka Anda sudah dapat mengajak anak Anda mengenal angka lebih dari 10, misalnya: 11-20. Selain itu, ini adalah saat yang tepat untuk melatih otot motorik halus dari anak Anda, terutama dengan belajar bagaimana melambangkan angka 1-10 dengan jari kedua tangan mereka.

Seperti layaknya lagu ABC yang biasa dinyanyikan oleh orang tua dan guru untuk membantu anak-anak menghapal huruf A-Z, begitu pula adanya sebuah lagu yang terkait dengan angka dan proses berhitung akan banyak membantu anak Anda dalam mengenali angka 1-10. Jika Anda punya akses ke YouTube, dengan sedikit pencarian, Anda dapat dengan mudah mendapatkan beberapa video pengenalan angka yang mungkin menarik buat anak Anda.

Saat anak Anda sudah mengenal semua angka dari 1 sampai dengan 20, atau mungkin sampai 100, maka dia sudah siap untuk belajar dasar-dasar berhitung. Ini bisa dimulai dengan aktivitas sederhana, seperti berhitung jumlah obyek yang sama dalam satu tampilan.

3 Aplikasi Matematika Terbaik Untuk Anak Usia 1-2 Tahun
Berikut adalah beberapa aplikasi yang saya rekomendasikan buat pembelajaran dasar-dasar berhitung buat anak Anda:

Little Digits






Little Digits
Aplikasi ini merupakan aplikasi yang cukup unik. Dengan memanfaatkan kemampuan iPad mengenali sampai dengan 10 jari, aplikasi ini mencoba mengajarkan kemampuan berhitung menggunakan jari kepada anak Anda.


TallyTots





TallyTots
Aplikasi ini mengajarkan anak-anak untuk mengenali angka dan berhitung dari 1 sampai dengan 20. Di dalamnya juga terdapat sebuah lagu berhitung yang dapat membantu anak Anda dalam menghapal urutan angka 1-20. Selain itu, aplikasi ini juga mempunyai halaman khusus di mana anak Anda dapat belajar untuk mengenali angka 1-100.


Farm 123



Farm 123

Aplikasi ini mengambil bentuk seperti sebuah buku 3D pop-up yang sangat menarik buat anak-anak. Di dalam 17 halaman yang ada, anak-anak diajak untuk bermain dengan berbagai hewan ternak sambil belajar berhitung.
Akhir Kata
Cara pembelajaran anak-anak generasi ini sudah banyak berubah. Teknologi seperti iPad dan berbagai aplikasi pendidikan telah terbukti banyak membantu peran orang tua maupun guru untuk memberikan tempat berlatih tambahan buat anak-anak. Saya berharap artikel ini dapat membantu Anda sebagai orang tua untuk memahami tahapan pembelajaran yang dapat Anda mulai perkenalkan ke anak Anda, serta dapat membantu Anda dalam mencari aplikasi pendidikan yang sesuai dengan proses pembelajaran anak Anda.

METODE BELAJAR MEMBACA ANAK USIA DINI

Belajar Membaca Untuk Anak Usia Dini

Bisa membaca di usia dini mungkin bukanlah segalanya. Ada hal yang lebih penting dari kemampuan membaca, yang justru agak sering terlewatkan, yaitu bagaimana membuat anak-anak senang dengan buku dan kegiatan membaca.
Jika pembentukan kebiasaan membaca kurang dibangun, tak jarang, ada anak yang sudah bisa membaca tetapi tidak tertarik dengan buku.
Akan tetapi, tidaklah pula berlebihan jika orang tua mulai menyediakan media Belajar membaca (apapun itu) pada saat anak-anak terlihat begitu antusias dengan buku dan kegiatan membaca, meskipun mereka masih berusia balita atau bahkan batita. Kontroversi tentang hal tersebut memang masih selalu hangat dibicarakan dan tak pernah ada habisnya dari waktu ke waktu. Beberapa pihak bahkan melarang orang tua atau guru untuk mengajarkan keterampilan membaca pada usia dini, dengan alasan takut anak-anak jadi terbebani, sehingga mereka menjadi benci dengan kata “Belajar”.
Namun sejauh pengalaman saya, selama prinsip belajar ‘fun’ yang dikembangkan, materi apapun yang diajarkan kepada anak usia dini selalu direspon dengan baik dan anak-anak suka untuk belajar. Mengajak anak-anak untuk belajar membaca menurut saya jauh lebih baik daripada membiarkan mereka menonton TV seharian. Tanpa kita sadari sesungguhnya anak-anak juga belajar sesuatu lewat TV, yang sayangnya lebih banyak berupa hal-hal negatif daripada hal-hal yang positif.

Seputar metode belajar

Metode mengajar balita membaca sangatlah beragam. Karena begitu beragamnya, lagi-lagi kita akan menemukan perbedaan dasar pemikiran dari metode-metode tersebut. Meskipun kadang-kadang sering mencuat pertentangan yang tajam antar berbagai metode, kita tak perlu bingung. Kenali saja semua konsep yang ditawarkan, dan kenali pula gaya belajar anak-anak kita. Jika metode dan gaya belajar cocok, kita bisa lebih mudah memotivasi anak untuk belajar.
Berdasarkan telaah saya, sejauh ini di dunia belajar ini dikenal 2 metode besar, yaitu metode terstruktur dan metode tidak terstruktur (acak). Keduanya tidak lebih baik atau lebih jelek dari yang lainnya. Metode terstruktur dan tidak terstruktur (acak) bisa saling melengkapi sesuai karakter dua belahan sisi otak kita yang kini populer dengan istilah otak kiri dan otak kanan.
Otak kiri memiliki karakteristik yang teratur, runut (sistematis), analitis, logis, dan karakter-karakter terstruktur lainnya. Kita membutuhkan kerja otak kiri ini untuk menyelesaikan masalah-masalah yang berhubungan dengan data, angka, urutan, dan logika.

Adapun karakteristik otak kanan berhubungan dengan rima, irama, musik, gambar, dan imajinasi. Aktivitas kreatif muncul atas hasil kerja otak kanan.
Melalui deskripsi tentang karakteristik dua belahan otak tersebut, kita tentu bisa melihat bahwa keduanya tidak bisa dipisahkan dari kehidupan kita. Apa jadinya para kreator-kreator seni jika tak punya tim manajemen yang handal. Bisa kita bayangkan pula sepi dan monotonnya dunia ini jika penghuninya hanyalah para ahli matematika atau akuntansi yang selalu sibuk dengan angka. Secara personal, kita pun akan menjelma menjadi orang yang “timpang” jika tidak mampu menyeimbangkan kinerja dua sisi otak kita. Kita pun bisa tumbuh menjadi orang yang “ekstrem” dalam memandang belajar dan cara belajar.
Selain metode belajar, karakteristik anak-anak juga perlu kita ketahui dan pahami agar kita bisa merancang model-model belajar yang menarik minat anak. Beberapa karakteristik anak secara umum adalah sebagai berikut:
1. Konsentrasi lebih pendek (relatif)
2. Tidak suka diatur/dipaksa
3. Tidak suka dites

Ketiga ciri tersebut jelas menunjukkan kepada kita bahwa mengajar balita membaca tak bisa dilakukan dengan cara-cara orang dewasa. Kita membutuhkan teknik-teknik yang lebih bervariasi dan adaptif terhadap kecenderungan anak-anak. Dan hanya satu kegiatan yang bisa melumerkan 3 karakteristik di atas yaitu BERMAIN. Mengapa? Karena dalam bermain anak-anak tidak menemukan tes, paksaan, dan batas waktu. Ketika bermainlah anak-anak menemukan kebebasan dirinya untuk berekspresi. Ketika bermain pula mereka menemukan kesenangan mereka.


Model-model belajar membaca untuk inspirasi

1.  Belajar membaca lewat kosa kata

Kosa kata adalah pembentuk kalimat. Lewat kosa kata yang makin beragam, kalimat yang kita keluarkan pun akan semakin kaya. Lewat kosa kata, anak-anak akan belajar tak hanya kemampuan membaca tetapi juga perbendaharaan dan pemahaman akan kata-kata yang akan mereka gunakan dalam berbicara.
Variasi yang bisa digunakan diantaranya, kartu kata yang disajikan dengan model Glen Doman, poster kata yang ditempel di dinding, buku-buku bergambar yang kalimatnya pendek dan ukuran hurufnya cukup besar. Prinsip yang dipakai dari metode tersebut adalah belajar dengan melakukannya. BELAJAR MEMBACA dengan MEMBACA.
Hal-hal khusus yang menyertai model ini adalah kemungkinan anak-anak untuk mengenal pola lebih lama. Artinya, bisa jadi untuk bisa benar-benar membaca semua kata yang diperlihatkan kepada mereka (meski belum diajarkan) membutuhkan waktu yang cukup lama, tergantung kecepatan anak.

2. Belajar Membaca lewat Suku Kata

Model ini paling banyak digunakan, terutama di sekolah-sekolah. Prinsip dasarnya adalah terlebih dulu mengenali pola sebelum masuk pada fase membaca.
Belajar lewat suku kata misalnya ba bi bu be bo dan seterusnya juga memiliki efek tersendiri, diantaranya kecepatan membaca yang sedikit lambat jika tidak diiringi latihan langsung lewat buku atau bacaan-bacaan. Mengapa demikian? Karena anak-anak akan terbiasa dengan membaca pola lebih dulu baru membaca. Kerja otak kiri lebih dominan dalam hal tersebut.
Untuk mengimbanginya, kita harus lebih sering memotivasi anak untuk membaca kata-kata secara langsung lewat buku tanpa harus memilah suku katanya.

3.  Belajar membaca dengan mengeja

Model ini di awali dengan pengenalan huruf baru kemudian merangkainya menjadi gabungan huruf dan kemudian kata. Sebenarnya metode ini sudah jarang digunakan orang karena memang terbukti cukup sulit bagi anak.
Kerja otak kiri akan semakin dominan jika kita memakai metode ini. Anak-anak harus melewati tiga tahapan menuju kata, yaitu huruf, suku kata, lalu kata. Memang ada anak-anak yang bisa belajar dengan metode ini, tapi lagi-lagi latihan membaca kata secara intensif harus mengiringinya agar anak-anak merasa percaya diri untuk membaca.


Belajar Multi Metode

Adakalanya spesialisasi itu baik untuk mengenal kedalaman suatu ilmu, tapi dalam belajar membaca kita bisa mempergunakan multi metode sekaligus tanpa harus merasa tabu hanya karena teori yang kita peroleh dianggap paling rasional.
Dengan kata lain, kita bisa memperkenalkan pada anak-anak kita semuanya, huruf, suku kata, ataupun kosa kata. Catatan pentingnya tentu saja: sajikan dengan perasaan riang sehingga anak-anak kita pun mendeteksi kegembiraan dan ketulusan yang kita berikan pada mereka. Hal itu jauh lebih berarti dan lebih efektif daripada segudang metode terhebat sekalipun.

Tersisa dari itu semua, “kita memang tak boleh berhenti belajar”

Jumat, 04 Maret 2016

PENGENALAN MATEMATIKA USIA DINI

PENGENALAN MATEMATIKA USIA DINI


HAKIKAT PENGENALAN MATEMATIKA ANAK USIA DINI

Definisi
Matematika adalah ilmu tentang bilangan-bilangan, hubungan antar bilangan dan prosedur operasional yang digunakan dalam penyelesaian persoalan mengenai bilangan (pusat pembinaan dan pengembangan bahasa (1991).
Matematika adalah bahasa yang melambangkan serangkaian makna dari pernyataan yang ingin di sampaikan (suriasumantri, 1982)
Matematika sebagai ilmu tentang struktur dan hubungan-hubunganya memerlukan simbol-simbol  untuk membantu memanipulasi aturan-aturan melalui operasi yang ditetapkan (Paimin, 1998)
Kesimpulan, matematika adalah sesuatu yang berkaitan dengan ide-ide/konsep-konsep abstrak yang tersusun secara hirarkis melalui penalaran yang bersifat deduktif, sedangkan matematika di  PAUD adalah kegiatan belajar tentang konsep matematika melalui aktifitas bermain dalam kehidupan sehari-hari dan bersifat ilmiah.

TUJUAN PENGENALAN MATEMATIKA PADA ANAK USIA DINI:

A.   Tujuan Umum
Agar anak mengetahui dasar-dasar pembelajaran berhitung/ matematika, sehingga pada saatnya nanti anak akan lebih siap mengikuti pembelajaran matematika pada jenjang pendidikan selanjutnya yang lebih komplek.
B.   Tujuan khusus
Dapat berpikir logis dan sistematis sejak dini melalui pengamatan terhadap benda-benda kongkrit, gambar-gambar atau angka-angaka yang terdapat di sekitar anak.
Dapat menyesuaikan dan melibatkan diri dalam kehidupan masyarakat yang dalam kesehariannya memerlukan keterampilan berhitung.
Memiliki ketelitian, konsentrasi, abstraksi dan daya apresiasi yang tinggi.
Memiliki pemahaman konsep ruang dan waktu serta dapat memperkirakan kemungkinan urutan sesuatu peristiwa terjadi di sekitarnya.
Memiliki kreativitas dan imajinasi dalam menciptakan sesuatu secara spontan.


PRINSIP-PRINSIP PERMAINAN MATEMATIKA ANAK USIA DINI

ü  Permainan matematika di berikan secara bertahap diawali dengan menghitung benda-benda atau pengalaman peristiwa kongkrit yang dialami melalui pengamatan terhadap alam sekitar.
ü  Pengetahuan dan keterampilan pada permainan matematika diberikan secara bertahap menurut tingkat kesukaranya, misalya dari kongkrit ke abstrak, mudah ke sukar, dana dari sederhana ke yang lebih kompleks
ü  Permainan matematika akan berhasil jika anak-anak diberi kesempatan berpartispasi dan dirangsang untuk menyelesaikan masalah-masalahnya sendiri.
ü  Permainan matematika membutuhkan suasana menyenangkan dan memberikan rasa aman serta kebebasan bagi anak. Untuk itu diperlukan alat peraga/ media yang sesuai dengan tujuan, menarik, dan bervariasi, mudah digunakan dan tidak membahayakan.
ü  Bahasa yang digunakan didalam pengenalan konsep berhitung seyogyanya bahasa yang sederhana dan jika memungkinkan mengambil contoh yang terdapat di lingkungan sekitar anak.
ü  Dalam permainan matematika anak dapat di kelompokkan sesuai tahap penguasaan berhitung yaitu tahap konsep, masa transisi dan lambang.
ü  Dalam mengevaluasi hasil perkembangan anak harus dimulai dari awal sampai akhir kegiatan.


                                                                 MATERI II

LANDASAN PENGENALAN MATEMATIKA ANAK USIA DINI

Beberapa teori yang mendasari perlunya permainan matematika anak usia dini adalah sebagai berikut:
1. Tingkat Perkembangan Mental Anak
Jean Piaget, menyatakan bahwa kegiatan belajar memerlukan kesiapan dalam diri anak. Artinya belajar sebagai suatu proses membutuhkan aktifitas baik fisik maupun psikis.selain itu kegiatan belajar pada anak harus disesuaikan dengan tahap-tahap perkembangan mental anak, karena belajar bagi anak harus keluar dari anak itu sendiri.
Anak usia TK berada pada tahapan pra-operasional kongkrit yaitu tahap persiapan kearah pengorganisasian pekerjaan yang kongkrit dan berpikir intuitif dimana anak mampu mempertimbangkan tentang besar, bentuk dan benda-benda didasarkan pada interpretasi dan pengalamannya (persepsinya sendiri).
2. Masa Peka Berhitung Pada Anak
Perkembangan dipengaruhi oleh faktor kematangan dan belajar. Apabila anak sudah menunjukan masa peka (kematangan) untuk berhitung, maka orang tua dan guru di TK harus tanggap, untuk segera memberikan layanan dan bimbingan sehingga kebutuhan anak dapat terpenuhi dan tersalurkan dengan sebaik-baiknya menuju perkembangan kemampuan berhitung yang optimal.
Anak usia TK adalah masa yang sangat strategis untuk mengenalkan berhitung di jalur matematika, karena usia TK sangat peka terhadap rangsangan yang diterima dari lingkungan. Rasa ingin tahunya yang tinggi akan tersalurkan apabila mendapat stimulasi/rangsangan/motivasi yang sesuai dengan tugas perkembangan-nya. Apabila kegiatan berhitung diberikan melalui berbagai macam permainan tentunya akan lebih efektif karena bermain merupakan wahana belajar dan bekerja bagi anak. Diyakini bahwa anak akan lebih berhasil mempelajari sesuatu apabila yang ia pelajari sesuai dengan minat, kebutuhan dan kemampuannya.
Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan oleh Orborn (1981) perkembangan intelektual pada anak berkembang sangat pesat pada kurun usia nol sampai dangan pra-sekolah (4-6 tahun). Oleh sebab itu, usia pra-sekolah sering kali disebut sebagai “masa peka belajar”. Pernyataan didukung oleh Benyamin S. Bloom yang menyatakan bahwa 50% dari potensi intelektual anak sudah terbentuk usia 4 tahun kemudian mencapai sekitar 80% pada usia 8 tahun.
3. Perkembangan Awal Menentukan Perkembangan Selanjutnya
Hurlock (1993) mengatakan bahwa lima tahun pertama dalam kehidupan anak merupakan peletak dasar bagi perkembangan selanjutnya. Anak yang mengalami masa bahagia berarti terpenuhinya segala kebutuhan baik fisik maupun psikis di awal perkembangannya diramalkan akan dapat melaksanakan tugas-tugas perkembangan selanjutnya. Piaget juga mengatakan bahwa untuk meningkatkan perkembangan mental anak ke tahap yang lebih tinggi dapat dilakukan dengan memperkaya pengalaman anak terutama pengalaman kongkrit, karena dasar perkembangan mental adalah melalui pengalaman-pengalaman aktif dengan menggunakan benda-benda di sekitarnya. Pendidikan di TK sangat penting untuk mencapai keberhasilan belajar pada tingkat pendidikan selanjutnya. Bloom bahkan menyatakan bahwa mempelajari bagaimana belajar (learning to learn) yang terbentuk pada masa pendidikan TK akan tumbuh menjadi kebiasaan di tingkat pendidikan selanjutnya.Hal ini bukanlah sekedar proses pelatihan agar anak mampu membaca, menulis dan berhitung, tetapi merupakan cara belajar mendasar, yang meliputi kegiatan yang dapat memotivasi anak untuk menemukan kesenangan dalam belajar, mengembangkan konsep diri (perasaan mampu dan percaya diri), melatih kedisiplinan, keberminatan, spontanitas, inisiatif, dan apresiatif.

Sejalan dengan beberapa teori yang telah dikemukakan di atas, permainan matematika anak usia dini seyogyanya dilakukan melalui tiga tahapan penguasaan berhitung di jalur matematika yaitu:
1.    Penguasaan konsep
Pemahaman atau pengertian tentang sesuatu dengan menggunakan benda dan peristiwa kongkrit,seperti pengenalan warna, bentuk, dan menghitung benda/ bilangan.
2.    Masa transisi
Proses berpikir yang merupakan masa peralihan dari pemahaman kongkrit menuju pengenalan lambang yang abstrak, dimana benda kongkrit itu masih ada dan mulai dikenalkan bentuk lambangnya.
3.    Lambang
Merupakan visualisasi dari berbagai konsep. Misalnya lambang 7 untuk menggambarkan konsep bilangan tujuh, merah untuk menggambarkan konsep warna, besar untuk ,menggambarkan konsep ruang, dan sebagainya.


MANFAAT PERMAINAN MATEMATIKA UNTUK PAUD

Membelajarkananak berdasarkan konsep matematika yang benar.
Menghindari ketakutan matematika sejak awal.
Membantu anak belajar matematika secara alami melalui kegiatan bermain.

Peran guru dalam mengembangakan kegiatan belajar matematika adalah
membangun rasa ingin tahu anak secara alami tentang bentuk, ukuran, jumlah, konsep-konsep dasar lain dalam matematika.
Peduli dan tertarik terhadap apa yang dikatakan anak. Hal ini akan mendorong anak untuk menceritakan pengalaman dan penemuan mereka.
Penerimaan terhadap sejumlah kegiatan matematika yang dilakukan anak. Hal ini akan mendorong  kepercayaan diri untuk tetap berpikir, bertanya, dan berbagi pengalaman tentang hal berbagai hal yang dialami anak.

PENGENALAN DINI KEMAMPUAN BERHITUNG

Ciri-ciri yang menandai bahwa anak sudah mulai menyenangi permainan berhitung antara lain:
Secara spontan telah menunjukan ketertarikan pada aktivitas permainan berhitung.
Anak mulai menyebut urutan bilangan tanpa pemahaman.
Anak mulai menghitung benda-benda yang ada di sekitarnya secara spontan.
Anak mulai membanding bandingkan benda-benda dan peristiwa yang ada di sekitarnya.
Anak mulai menjumlah-jumlahkan atau mengurangi angka dan benda-benda yang ada di sekitarnya tanpa disengaja.

Hal yang perlu diperhatikan:
Apabila ada anak yang cepat menyelesaikan tugas yang diberikan guru, hal inii menunjukkan bahwa anak tersebut telah siap untuk diberikan permainan berhitung dengan tingkat kesulitan yang lebih tinggi.
Apabila anak menunjukan tingkah laku jenuh, diam, acuh tak acuh atau mengalihkan perhatian pada hal lain, hal ini menunjukan bahwa telah terjadi masalah pada anak. Itu berarti, anak membutuhkan perhatian atau perlakuan yang lebih khusus dari guru.


                                                                         MATERI III

                                   STANDAR MATEMATIKA UNTUK ANAK USIA DINI

The principles and strandards for school mathematics (prinsip dan standar untuk matematika sekolah), yang dikembangkan oleh kelompok pendidik dari national council of Teacher of mathematics (NCTM, 2000) memaparkan harapan matematika untuk anak usia dini.konsep-konsep yang bisa dipahami anak usia dini antara lain:
1.    Bilangan
Salah satu konsep matematika yang paling penting dipelajari anak adalah pengembangan kepekaan bilangan. Peka terhadap bilangan berarti tidak sekedar menghitung. Kepekaan bilangan itu mencakup pengembangan rasa kuantitas dan pemahaman kesesuaian satu lawan satu. Ketika kepekaan terhadap bilangan anak-anak berkembang, mereka menjadi semakin tertarik pada hitung-menghitung. Menghitung ini menjadi landasan bagi pekerjaan dini anak-anak dengan bilangan.
2.    Aljabar
Menurut NTCM (2000), pengenalan aljabar dimulai dengan menyortir, menggolongkan, membandingkan, dan menyusun benda-benda menurut bentuk, jumlah, dan sifat-sifat lain, mengenal, menggambarkan, dan memperluas pola akan memberi sumbangan kepada pemahaman anak-anak tentang penggolongan.
3.    Penggolongan
Penggolongan (klasifikasi) adalah salah satu proses yang penting untuk mengembangakn konsep bilangan. Supaya anak mampu menggolongkan atau menyortir benda-banda, mereka harus mengembangkan pengertian tentang “saling memiliki kesamaan”, “keserupaan”, “kesamaan”, dan “perbedaan”. Kegiatan yang dapat mendukung kemampuan klasifikasi anak adalah:
Membandingkan
Adalah proses dimana anak membangun suatu hubungan antara dua benda berdasarkan atribut tertentu. Anak usia dini sering membuat perbedaan, terutama bila perbandingan itu melibatkan mereka secara pribadi.
Menyusun
Menyusun atau menata adalah tingkat lebih tinggi dari perbandingan. Menyusun melibatkan perbandingan benda-benda yang lebih banyak, menempatkan benda-benda dalam satu urutan. Kegiatan menyusun dapat dilakukan didalam maupun luar kelas, misalnya menyusun buku yang diatur dari yang paling tebal, mengatur barisan dari anak yang paling tinggi/ pendek, dll.
4.    Pola-pola
Mengidentifikasi dan menciptakan pola dihubungkan dengan penggolongan dan penyortiran. Anak mulai melihat atribut-atribut yag sama dan berbeda pada gambar dan benda-benda. Anak-anak senang membuat pola di lingkungan mereka.
5.    Geometri
Membangun konsep geometri pada anak di mulai dengan mengidentifikasi bentuk-bentuk, menyelidiki bangunan dan memisahkan gambar-gambar biasa seperti segi empat, lingkaran, segitiga. Belajar konsep letak seperti dibawah, di atas, kiri, kanan meletakkan dasar awal memahami geometri.
6.    Pengukuran
Ketika anak mempunyai kesempatan untuk pengalaman-pengalaman langsung untuk mengukur, menimbang, dan membandingkan ukuran benda-benda, mereka belajar konsep pengukuran. Melalui pengalaman ini anak mengembangkan sebuah dasar kuat dalam konsep-konsep pengukuran.
7.    Analisis data dan probabilitas
Percobaan dengan pengukuran, penggolongan, dan penyortiran merupakan dasar untuk memahami probabilitas dan analisis data. Ini berarti mengemukakan pertanyaan, mengumpulkan informasi tentang dirinya dan lingkungan mereka, dan menyampaikan informasi ini secara hidup.

PERMAINAN BERHITUNG DI JALUR MATEMATIKA
Kemampuan yang diharapkan dalam permainan berhitung di PAUD dapat dilaksanakan melalui penguasaan konsep, transisi dan lambang yang terdapat di semua jalur metematika, yang meliputi pola, klasifikasi bilangan, ukuran, geometri, estimasi, dan statistika.
1. Bermain pola
Anak diharapkan dapat mengenal dan menyusun pola-pola yang terdapat disekitarnya secara berurutan, setelah melihat dua sampai tiga pola yang ditujukan oleh guru anak mampu membuat urutan pola sendiri sesuai dengan kreativitasnya. Pelaksanaan bermain pola di kelompok A dan B dimulai dengan menggunakan pola yang mudah/sederhana untuk selanjutnya pola menjadi yang kompleks.
2. Bermain Klasifikasi
Anak diharapkan dapat mengelompokkan atau memilih benda berdasarkan jenis, fungsi, warna, bentuk pasangannya sesuai dengan yang dicontohkan dan tugas yang diberikan oleh guru.
3. Bermain Bilangan
Anak diharapkan mampu mengenal dan memahami konsep bilangan, transisi dan lambang sesuai dengan jumlah benda-benda pengenalan bentuk lambang dan dapat mencocokan sesuai dengan lambang bilangan.
4. Bermain Ukuran
Anak Diharapkan dapat mengenal konsep ukuran standard yang bersifat informal atau alamiah, seperti panjang, besar, tinggi, dan isi melalui alat ukur alamiah, antara lain jengkal, jari, langkah, tali, tongkat, lidi, dan lain-lain.
5. Bermain Geometri
Anak diharapkan dapat mengenal dan menyebutkan berbagai macam benda, berdasarkan bentuk geometri dengan cara mengamati benda-bendayang ada disekitar anak misalnya lingkaran, segitiga, bujur sangkar, segi empat, segi lima, segi enam, setengah lingkaran, bulat telur (oval).
6. Bermain Estimasi (Memperkirakan)
Anak diharapkan dapat memiliki kemampuan memperkirakan (estimasi) sesuatu misalnya perkiraan terhadap waktu, luas jumlah ataupun ruang. Selain itu anak terlatih untuk mengantisipasi berbagai kemungkinan yan akan dihadapi.
– Perkiraan waktu misalnya:
• Berapa hari biji tumbuh?
• Berapa lama kita makan?
• Berapa lama anak dapat memantulkan bola?
• Berapa ketukan gambarnya selesai?
– Perkiraan luas, misalnya: berapa keping untuk menutupi meja?
– Perkiraan jumlah, misalnya: berapa jumlah ikan yang ada dalam aquarium?
– Perkiraan ruang, misalnya: berapa anak bergandengan untuk dapat mengelilingi kelas ini?
7. Bermain Statistika
Anak diharapkan dapat memiliki kemampuan untuk memahami perbedaan-perbedaan dalam jumlah dan perbandingan dari hasil pengamatan terhadap suatu objek (dalam bentuk visual).





                                                                       MATERI IV

                                            METODE PERMAINAN BERHITUNG


Metode yang digunakan oleh guru adalah salah satu kunci pokok di dalam keberhasilan suatu kegiatan belajar yang dilakukan oleh anak. Pemilihan metode yang akan digunakan harus relevan dengan tujuan penguasaan konsep, transisi dan lambang dengan berbagai variasi materi, media dan bentuk kegiatan yang akan dilakukan. Adapun metode yang dapat digunakan antara lain:
1. Metode Bercerita:
Adalah cara bertutur kata dan menyampaikan cerita atau memberikan penerangan kepada anak secara lisan. Jenisnya antara lain, bercerita dengan alat peraga, tanpa alat peraga, dengan gambar, dan lain-lain.
2. Metode Bercakap-cakap:
Adalah salah satu penyampaina bahan pengembangan yang dilaksanakan melalui bercakap-cakap dalam bentuk tanya jawab antara anak dengan guru, atau anak dengan anak. Jenisnya antara lain: bercakap-cakap bebas, berdasar-kan gambar seri, atau berdasarkan tema.
3. Metode Tanya Jawab:
Dilaksanakan dengan memberikan pertanyaan-pertanyaan yang dapat memberi-kan rangsangan agar anak aktif untuk berpikir. Melalui pertanyaan guru, anak akan berusaha untuk memahaminya dan menemukan jawabannya.
4. Metode Pemberian Tugas:
Adalah pemberian kegiatan belajar mengajar dengan memberikan kesempatan kepada anak untuk melaksanakan tugas yang telah disiapkan oleh guru.
5. Metode Demonstrasi:
Adalah suatu cara untuk mempertunjukan atau memperagakan suatu objek atau proses dari suatu kegiatan atau peristiwa.
6. Metode Eksperimen:
Adalah metode kegiatan dengan melakukan suatu percobaan dengan cara mengamati proses dan hasil dari percobaan tersebut. Berbagai metode yang lain pada dasarnya dapat digunakan di dalam permainan berhitung. Hal ini disesuaikan dengan situasi, kondisi dan kebutuhan serta tergantung kepada kreativitas guru.


PEMANFAATAN MEDIA UNTUK PENGENALAN MATEMATIKA ANAK USIA DINI
Media yang dapat digunakan untuk pembelajaran pengenalan matematika anak usia dini:
1.    Media visual
Adalah media yang hanya dapat dilihat. Yang termasuk dalam media ini, misalnya gambar, kartu angka, flashcard, benda tiga dimensi (dadu angka, balok, menara ngka, pohon hitung), model realia/ benda nyata, dll.
2.    Media audio
Adalah media yang mengandung pesan dalam bentuk auditif (hanya dapat didengar) yang dapat merangsang pikiran, perasaan, dan kemauan anak untuk mempelajari isi tema. Misalnya: kaset lagu anak-anak, dll.
3.    Media audio visual
Adalah alat-alat yang ”audible” artinya dapat didengar dan yang ”visible” artinya dapat dilihat. Misalnya pembelajaran dengan multimedia, televisi, CD Pembelajaran matematika, dll.
4.    Lingkungan sekitar
Lingkungan sekitar dapat dimanfaatkan untuk pengenalan matematika anak usia dini, bahkan dengan pemanfaatan lingkungan sekitar ini akan lebih mendorong anak untuk memahami konsep matematika secara alamiah. Contoh kegiatanya antara lain pembelajaran diluar kelas, eksperimen, eksplorasi, dll.


                                                                           MATERI V
                                                   PERKEMBANGAN KOGNITIF ANAK

Para ahli psikologi perkembangan mengakui bahwa pertumbuhan itu berlangsung secara terus menerus dengan tidak ada lompatan. Kemajuan kompetensi kognitif diasumsikan bertahap dan berurutan selama masa kanak-kanak Piaget melukiskan urutan tersebut ke dalam empat tahap perkembangan yang berbeda secara kualitatif yaitu : (1) tahap sensori motor, (2) tahap praoperasional, (3) tahap operasional konkrit dan (4) tahap operasional formal.
a. Tahap Sensorimotor (0 – 2 tahun)
Tahap sensorimotor ini ada pada usia antara 0 – 2 tahun, mulai pada masa bayi ketika ia menggunakan pengindraan dan aktivitas motorik dalam mengenal lingkungannya. Pada masa ini biasanya bayi keberadaannya masih terikat kepada orang lain bahkan tidak   rdaya, akan tetapi alat-alat inderanya sudah dapat berfungsi. Menurut Piaget, perkembangan kognitif selama stadium sensorimotor, intelegensi anak baru nampak dalam bentuk aktivitas motorik sebagai reaksi stimulus sensorik. Dalam stadium ini yang penting adalah tindakan-tindakan konkrit dan bukan tindakan-tindakan yang imaginer atau hanya dibayangkan saja, tetapi secara perlahan-lahan melalui pengulangan dan pengalaman konsep obyek permanen lama-lama terbentuk. Anak mampu menemukan kembali obyek yang disembunyikan.
b. Tahap Praoperasional (2 – 7 tahun)
Dikatakan praoperasional karena pada tahap ini anak belum memahami pengertian operasional yaitu proses interaksi suatu aktivitas mental, dimana prosesnya bisa kembali pada titik awal berfikir secara logis. Manipulasi simbol merupakan karakteristik esensial dari tahapan ini. Hal ini sering dimanefestasikan dalam peniruan tertunda, tetapi perkembangan bahasanya sudah sangat pesat, kemampuan anak menggunakan gambar simbolik dalam berfikir, memecahkan masalah, dan aktivitas bermain kreatif akan meningkat lebih jauh dalam beberapa tahun berikutnya. Sekalipun demikian, pemikiran pada tahap praoperasional terbatas dalam beberapa hal penting. Menurut Piaget, pemikiran itu khas bersifat egosentris, anak pada tahap ini sulit membayangkan bagaimana segala sesuatunya tampak dari perspektif orang lain.
c. Tahap Operasional Konkrit (7 – 11 Tahun)
Tahap operasional konkrit dapat digambarkan pada terjadinya perubahan positif ciri-ciri negatif tahap preoprasional, seperti dalam cara berfikir egosentris pada tahap operasional konkrit menjadi berkurang, ditandainya oleh desentrasi yang benar, artinya
anak mampu memperlihatkan lebih dari satu dimensi secara serempak dan juga untuk menghubungkan dimensi-dimensi itu satu sama lain.
d. Operasional Formal ( 11 – 16 tahun)
Pada tahap operasional formal anak tidak lagi terbatas pada apa yang dilihat atau didengar ataupun pada masalah yang dekat, tetapi sudah dapat membayangkan masalah dalam fikiran dan pengembangan hipotesis secara logis. Sebagai contoh, jika A < B dan B < C, maka A < C. Logika seperti ini tidak dapat dilakukan oleh anak pada tahap sebelumnya. Perkembangan lain pada tahap ini ialah kemampuannya untuk berfikir secara sistematis, dapat memikirkan kemungkinan-kemungkinan secara teratur atau sistematis untuk memecahkan masalah. Pada tahap ini anak dapat memprediksi berbagai kemungkinan yang terjadi atas suatu peristiwa.




PENGARUH PERMAINAN MATEMATIKA TERHADAP KEHIDUPAN ANAK

Melalui permainan matematika, secara tidak langsung anak akan belajar mengenal banyak hal, diantaranya:
Perkembangan social emosi
Matematika dapat mengembangkan rasa percaya diri anak, cara yang dapat dilakukan antara lain:
Mendorong keberanian dan memberi dukungan atas usaha anak terhadap alasan matematis yang diyakininya.
Mengupayakan anak agar tidak kehilangan rasa yakin.
Bersedia menerima tanggapan anak walaupun tentang hal yang tidak logis.
Matematika dapat mengajarkan anak tentang makna bekerjasama dan berbagi, cara yang dapat dilakukan antara lain:
Memberikan kesempatan kepada anak untuk belajar dalam kelompok.
Menawarkan bermacam-macam bahan secara terbatas.
Mendorong anak untuk belajar dari suatu masalah dan berusaha menyelesaikannya bersama.
Perkembangan kreativitas
Permainan matematika memberikan kesempatan kepada anak untuk menggunakan pikiran secara kreatif. Cara yang dapat dilakukan antara lain:
Buatlah pertanyaan dalam beberapa jawaban.
Ajukan pertanyaan yang anda tidak tahu jawabannya.
Tunjukkan bahwa guru menghargai kreatifitas anak.
Perkembangan fisik
Permainan matematika dapat mengembangkan keterampilan motorik halus. Cara yang dilakukan antara lain:
Memberikan kesempatan yang luas untuk permainan manipulasi bahan seperti papan pasak, bongkar pasang, dll.
Memberi kesempatan untuk mengerjakan tugas sehari-hari seperti mengaduk juice, meletakkan buku pada almari.
Memberikan kegiatan menumpahkan atau mengunci/menutup untuk anak usia 2 dan 3 tahun.
Anak usia 4 dan 5 tahun disediakan kegiatan yang lebih variasi seperti menggunting, meronce, dll.
Permainan matematika dapat mengembangkan keterampilan motorik halus. Cara yang dilakukan antara lain:
Mendorong anak untuk bermain aktif.
Memberikan kesempatan menggunakan tubuh mereka secara bebas.
Persepsi visual dan spasial
Cara yang dapat dilakukan antara lain:
Dorong anak untuk mencoba puzzle sesuai level yang tepat.
Tawarkan bahan yang dapat membuat mereka berkreasi pada pola-pola potongan visual mereka sendiri.
Perkembangan kognitif
Permainan matematika dapat mengembangkan kognitif yang berhubungan dengan keterampilan masalah. Cara yang dilakukan antara lain:
Mengupayakan agar pemecahan masalah dibuat sesuai pengalaman.
Tidak menyepelekan solusi yang kurang logis.
Permainan matematika dapat mengembangkan kognitif yang berhubungan dengan konsep dasar ilmu pasti. Cara yang dilakukan antara lain:
Sabarlah saat anak berjuang untuk meletakkan pikiran ke dalam bahasa.
Gunakan literature untuk mendorong anak agar dapat mengucapkan konsep matematis.
Permainan matematika dapat mengembangkan kognitif yang berhubungan dengan keterampilan logis dan beralasan. Cara yang dilakukan antara lain:
Beri kesempatan anak untuk menjelaskan bagaimana mereka mendapatkan jawaban pada pertanyaan matematika.
Hargai setiap alasan anak karena alasan muncul sesuai dengan pertumbuhan mental.

EVALUASI PERKEMBANGAN MATEMATIKA ANAK

Ada beberapa alat evaluasi perkembangan matematika anak:
Pemberian tugas
Adalah cara penilaian dengan memberikan tugas-tugas tertentu sesuai dengan kemampuan yang akan diungkap. Kegiatan yang dapat dinilai melalui pemberian tugas antara lain:
Hasil karya, misalnya:
ü  Meronce
ü  Menghubungkan benda dan angka
ü  Menebalkan angka, dll
Hasil yang diperoleh dari mengatur sesuatu, misalnya:
ü  Menata barang
ü  Mengurutkan benda sesuai dengan urutan ukuran
ü  Mengelompokkan warna, benda menurut bentuk, ukuran, dll
Percakapan
Adalah penilaian yang dilakukan melalui percakapan atau cerita antara anak dengan guru, atau anak dengan anak. Kegiatan matematika yang dapat dievaluasi melalui percakapan, misalnya bercerita, menceritakan kembali cerita yang disampaikan, menceritakan tentang percobaab yang telah dilakukan, dsb.
Observasi/ pengamatan
Adalah alat pengumpul data penilaian yang dilakukan dengan mencatat gejala tingkah laku yang tampak. Misalnya: mengamati tingkah laku anak saat melakukan percobaan.
Portofolio
Adalah pengumpulan hasil karya anak secara sistematik.
Catatan anekdot
Adalah bentuk pencatatan tantang gejala tingkah laku anak yang khusus, baik positif maupun negative. Dengan catatan ini guru dapat mendeteksi anak-anak yang mempunyai potensi pada matematika maupun anak-anak yang berkesulitan dalam menghitung sehingga kita dapat memberikan tindak lanjut yang sesuai.


KARAKTERISTIK ANAK BERKESULITAN BELAJAR MENGHITUNG

Menurut Lerner (1981: 357) ada beberapa karakteristik anak berkesulitan belajar berhitung, yaitu:
1.    Gangguan hubungan keruangan.
Anak yang berkesulitan belajar sering mengalami kesulitan dalam berkomunikasi, sehingga dapat terjalin komunikasi antar mereka dalam lingkungan. Dengan kondisi tersebut dapat menyebabkan anak mengalami gangguan dalam memahami konsep-konsep hubungan keruangan yang dapat mengganggu pemahaman anak tentang sistem belajar secara keseluruhan.
Contoh: Anak tidak tahu bahwa angka 3 lebih dekat ke angka 4 dari pada ke angka 6.
2.    Kesulitan memahami konsep waktu.
Pemahaman tentang waktu biasanya melipuit sebentar, lama, kemarin, besok dan sebagainya. Pemahaman tersebut diperoleh anak karena adanya komunikasi dengan lingkungan sosial. Anak yang memiliki kesulitan belajar sering tidak memiliki lingkungan yang tidak kondusif bagi terjalinnya komunikasi yang intensif untuk memperoleh tentang konsep semacam itu. Disamping itu, adanya gangguan fungsi otak juga dapat menyebabkan anak mengalami kesulitan dalam memahami konsep waktu.
3.    Kesulitan memahami konsep kuantitas (jumlah)
Pada umumnya anak-anak memahami tentang konsep kuantitas dari pergaulan mereka dengan lingkungan sosialnya, baik di dalam keluarga maupun di luar lingkungan keluarga. Disamping dari lingkungan keluarga yang sulit bergaul, gangguan fungsi otak dan lingkungan social yang tidak kondusif dapat menyebabkan anak mengalami kesulitan dalam memahami konsep kuantitas, seperti banyak, sedikit, lima, tujuh dan sebagainya.
4.    Asosiasi Visual-Motor.
Bentuk asosiasi visual-motor merupakan bentuk kesulitan belajar yang lebih menekankan proses belajar mereka dengan cara hanya menghafal bilangan tanpa memahami maknanya. Contoh dari bentuk asosiasi visual-motor adalah anak tidak dapat menghitung benda-benda secara berurutan sambil menyebutkan bilangannya “satu, dua, tiga, empat, lima”. Anak mungkin baru memegang benda yang ketiga tetapi telah mengucapkan “lima”. Ini merupakan bentuk kesulitan belajar berhitung dalam perkataan dengan motoriknya.
5.    Kesulitan mengenal dan memahami symbol.
Anak berkesulitan belajar matematika sering mengalami kesulitan dalam mengenal dan menggunakan simbol-simbol matematika seperti +, -, =, >, < dan sebagainya. Kesulitan semacam ini disebabkan adanya gangguan memori atau ingatan dan juga adanya persepsi fisual atau penglihatan.

Kekeliruan Umum Anak Berkesulitan Belajar Berhitung
Menurut Mulyono (1997), ada beberpa jenis kekeliruan yang biasa dilakuakan oleh anak berkesulitan belajar berhitung.
1.    Kekurangan pemahaman tentang symbol.
Kesulitan tersebut terjadi karena anak tidak memahami konsep relasi antara nilai dan simbolnya. Misalnya: >, <, +, -, x, : dan lain sebagainya.
2.    Kekurangan pemahaman tentang nilai tempat.
Anak yang belum memahami nilai tempat suatu bilangan mengalami kesulitan yang berkenaan dengan penjumlahan atau pengurangan dengan cara bersusun.
3.    Kekurangan pemahaman dalam melakukan perhitungan.
Anak biasanya lebih suka untuk menghafal yang berkaitan dengan konsep penjumlahan, pengurangan, perkalian atau pembagian. Namun dengan semacam itu anak akan mengalami banyak kekeliruan jika lupa. Untuk itu guru dapat mengajarkan teknik mengingat urutan penjumlahan dan berusaha menanamkan kembali konsep yang belum dikuasai anak dengan cara peragaan.
4.    Penggunaan proses penghitungan yang keliru.
Banyak sekali kekeliruan yang dilakukan anak dalam menghitung, seperti:
Mempertukarkan symbol.
Anak sering kurang paham antara symbol penambahan, pengurangan, perkalian atau pembagian.
Satuan dan puluhan dijumlahkan tanpa memperhatikan nilai tempat.
Contoh:          34
46+
710
Tidak memperhatikan nilai tempat.
Contoh:
19
21+
13
Anak akan menghitung 1 + 9 +2 + 1 = 13

CARA BELAJAR DAN MENULIS UNTUK PAUD & TK

CARA BELAJAR MEMBACA DAN MENULIS DENGAN BERMAIN UNTUK ANAK PAUD TK


Metode membaca dan menulis yang selama ini dilaksanakan di sebagian besar lembaga PAUD dan TK, masih menggunakan metode lama yaitu mengeja dan mendektekan hurup dan angka. Cara ini sangat tidak sesuai dengan perkembangan anak, bahkan ada sebagian yang berpendapat cara ini menzalimi anak merampas hak-hak anak di usianya yang masih memerlukan kegiatan bermain ini. Karena itu diperlukan cara dan metode belajar untuk anak yang sesuai dengan tahapan usia dan perkembangannya yaitu kegiatan belajar dengan bermain, belajar membaca dan menulis dengan bermain.

Cara belajar menulis dan membaca melalui bermain yang menyenangkan untuk anak-anak PAUD dan TK ini dapat dilakukan dengan cara-cara sebagai berikut :

1. Kegiatan bermain kata dalam Pijakan awal kelompok di kelas

Di sini guru dapat memulai dengan menanyakan aktivitas anak di rumah sebelum berangkat kesekolah tadi pagi, misalnya tentang makan/sarapan apa pagi tadi?; Misalnya anak menjawab Roti, maka secara berurutan guru pendidik mengucapkan R - O - T - I (tidak dieja tapi hurufnya yang diucapkan berurutan dan perlahan) yang akan diikuti anak bersama-sama.


2. Kegiatan menulis dan menempel huruf di Kertas Buatan

Guru pendidik memberikan sebuah kalimat atau kata yang sudah dipersiapkan yang di tulis dengan huruf yang besar-besar dan seperangkan koleksi huruf abjad, lalu anak diajak menyusun huruf di atas kertas buatan yang sudah dipotong-potong. Lalu anak di suruh menempelkan atau menyisipkan huruf-huruf  sesuai dengan kalimat atau kata yang sudah dengan huruf yang besar-besar tadi, huruf yang ditempel anak disesuaikan dengan kata yang ada, seperti yang terlihat pada gambar di bawah ini.


3. Kegiatan menulis dan menempel huruf di Papan Tulis

Guru pendidik mengajak anak membuat bentuk huruf di kertas yang sudah dipotong-potong. Lalu salah satu anak di suruh menempelkan kertas huruf yang dibuatnya di papan tulis, huruf yang ditempel anak kebetulan huruf B guru menyebutkan satu kata benda yang sangat dikenal anak misalnya Buku, lalu anak yang mempunyai huruf U dan K kita minta memasangnya secara acak dipapan tulis, lalu guru bersama anak-anak menyusunnya sesuai kata B-U-K-U tadi.


3. Kegiatan Menebar dan menempel kartu huruf

Guru mempersiapkan kartu huruf abjad sesuai jumlah anak didik di kelas. Anak-anak diajak kehalaman sekolah atau tanah lapang, lalu guru pendidik menaburkan kertas kecil tersebut secara bebas dan acak kehalaman. Anak disuruh mengambilnya, jangan berebutan, satu orang anak hanya boleh mengambil satu huruf, lalu anak-anak kembali ke kelas. Guru mempersilakan anak yang memegang huruf A untuk menempelkannya di papan tulis, selanjutnya huruf  K, dan U ketiga buku tersebut dapat dibaca A-K-U. Lalu guru bersama-sama membahasa kata AKU ini, siapa aku dan bagaimana aku agar anak mengetahui konsep dan makna aku ini. Selanjutnya dengan cara yang sama anak dapat menulis dan membaca kata-kata lainnya.

4. Kegiatan Menjemur Pakaian/baju huruf

Guru Pendidik mengajak anak-anak untuk membuat baju dari potongan atau lipatan kertas origami, kemudian masing-masing anak diminta menuliskan huruf awal dari namanya masing-masing di baju kertas yang telah dibuatnya tersebut. Setelah selesai guru membentangkan tali- atau benang yang telah dipersiapkan lalu guru mengajak anak-anak menjemur baju sesuai dengan kata yang diucapkan guru misalnya PAKU, maka yang menjemur adalah anak yang bernama Parmin, Ahmad, Ketty, dan Udin. bersama-sama guru pendidik bertanya pada anak-anak huruf milik siapa anak-anak akan menjawab milik Parmin, Ahmad, Ketty, dan Udin.


5. Mencantol huruf dengan Gambar

Kita dapat memanfaatkan gambar-gambar yang tersedia di tempat kita, misalnya gambar-gambar Binatang, tumbuhan, rumah, alat transfortasi, dan lain sebagainya untuk untuk kegiatan belajar membaca. Caranya guru pendidik mempersiapkan seperangkat kartu huruf yang dapat ditempel dan gambar-gambar sesuai tema yang ingin disampaikan. Guru pendidik menempelkan gambar dipapan tulis misalnya gambar Ayam lalu salah satu anak diminta memilih huruf pertama yang sesuai dengan gambar ayam tersebut, . dilanjutkan dengan anak ketiga, keempat, dan kelima, hingga tesusun kata A-Y-A-M tersebut. Diskusikan dengan anak apa yang dimaksud ayam dan bagaimana ayam tersebut.

6. Membuat Huruf dan Angka dari Lilin atau Adonan

Permainan lilin mainan atau adonan yang biasanya digunakan untuk membuat macam-macam bentuk binatang dan benda-benda lainnya juga bisa dimanfaatkan untuk mengajak anak-anak mengenal huruf dan angka. Carabnya, ajak anak berkreasi bebas membuat huruf dan angka yang cantik dari lilin adonan ini. Kemudian lakukan tanya jawab tentang apa yang dibuat anak, alasannya memilih huruf atau angka tersebut. Kemudian ajak anak untuk menggabung lilin yang dibuatnya dengan tema-temannya sehingga membuat kata-kata yang dikenalnya misalnya Sepatu, masing-masing anak dapat diminta menunjukan mana sepatu itu, dikaki anak-anak tentunya.


Demikian beberapa cara belajar membaca dan menulis dengan bermain untuk anak PAUD dan TK, kegiatan-kegiatan di atas harus dikaitkan dengan tujuan kita untuk membelajarkan anak secara khusus dalam kegiatan belajar menulis dan membaca. Berdasarkan pengalaman, cara yang demikian membuat anak lebih cepat menangkap, dapat menulis dan membaca lebih cepat tanpa membuat anak bosan dan terlihat kelelahan....Terimakasih ...semoga bermanfaat.

BOLEHKAH BELAJAR MEMBACA ANAK USIA DINI ?

BOLEHKAH BELAJAR MEMBACA ANAK USIA DINI ?

BELAJARMEMBACA.CO.ID | SEBELUMNYA, KITA PERLU PAHAMI dengan pertanyaan pembuka sebagai berikut:

Benarkah ada pendapat yang menyatakan bahwa Belajar Membaca Anak atau mengajarkan anak membaca di usia dini dapat berakibat fatal, yakni dapat merusak saraf kreativitas anak?

JAWABAN:
Hal tersebut hingga sekarang menjadi bahan perdebatan yang terus berkelanjutan. Akan menjadi benar adanya, jikalau anak memang dipaksa untuk Belajar Membaca dengan Metode Belajar Membaca konvensional tanpa memberinya celah untuk berimajinasi dan berkreasi.

SEBAGAI CONTOH:
Orangtua kerap menyatakan hal sebagai berikut kepada anaknya ketika memberikan kegiatan belajar membaca huruf alphabet dalam rangka MENGENAL HURUF.

“Nak, ini Ce. Tahu?? Ikuti mama. Ceeee. Ceeeee. Cheeeee ….!!!!”

Tanpa memberitahu kepada anak kenapa itu disebut sebagai “Ce”? Kenapa tidak bisa disebut dengan “cara” yang lain?

Ingatlah kata-kata berikut ini:
Sejatinya anak memiliki dunia imajinasi dan kreativitas yang kuat, lalu kerapkali orangtualah yang merusaknya.

Asal-usul penyebab utama dari rusaknya saraf kreatifitas anak adalah: Tidak ada ceritanya orangtua yang mengajarkan anak membaca tanpa marah-marah.

“Nak, ini huruf apa?? Apa?? Kan sudah dibilangi, kalau huruf macam gini namanya adalah huruf Em. Kok kamu bilangnya huruf Ge. Kulak an darimana kamu kok guoobloknya nggak habis-habis?”

Hingga terkadang mamanya hilang ingatan dengan mengatakan: “Kamu ini anak mama atau bukan sih? Ayo, bunyi!! Ikuti mama!! Pasang matamu baik-baik!! Em! Em! Em!!!!”

Tahukan anda bahwa di dalam setiap kepala seorang anak pada umumnya terdapat lebih dari 10 trilyun sel otak yang siap tumbuh.
Cukup dengan hanya satu bentakan atau makian saja dapat mampu membunuh lebih dari 1 milyar sel otak saat itu juga.
Cukup dengan hanya satu cubitan atau pukulan saja dapat mampu membunuh lebih dari 10 milyar sel otak saat itu juga.

INI SEBUAH KEAJAIBAN

Di usia 8 bulan, otak bayi memiliki ribuan trilyun jaringan saraf. Kemudian ketika usia 10 tahun jumlahnya berkurang menjadi 500 trilyun (bahkan bisa kurang dari itu). Pengalaman dan situasi di tahun-tahun awal kehidupan seorang anak sangat mempengaruhi pengurangan jumlah sel saraf tersebut. Semakin sering intensitas seorang anak mendapatkan bentakan atau makian, maka akan semakin besar berdampak membunuh jaringan saraf pada otak anak.

Lebih parah lagi apabila anak terlalu sering mendapatkan kekerasan baik fisik ataupun verbal, pasti akan memutus banyak mata rantai jaringan saraf pada otak kecerdasan sang anak. Kekerasan fisik dapat berupa: cubitan dan pukulan. Sedangkan kekerasan verbal dapat berupa: kritikan, kalimat bullying, atau hanya sekedar membanding-bandingkan situasi yang terjadi pada si anak dengan anak yang lain semisal: kulit hitam, hidung pesek, wajah tompelan, dan lain sebagainya.

Pilihannya ada 2: USE IT or LOOSE IT!! Menstimulasi saraf kecerdasan anak kita, atau membunuh saraf kecerdasannya. Cukup dengan memberikan 1 pujian atau pelukan hangat bagi sang anak akan membangun kecerdasannya lebih dari 10 trilyun sel otak saat itu juga.

Belajar Membaca dengan metode konvensional selain berdampak pada rusaknya saraf kreatifitas anak, juga akan berdampak: anak menjadi stress.

SEBAGAI CONTOH:

Hari ini misalnya anda DIPAKSA untuk membaca koran yang bertuliskan huruf-huruf Mandarin (huruf Phin Yin) sedangkan anda belum pernah sekali pun belajar tentang huruf-huruf Mandarin.

Apakah yang akan ada di pikiran anda? Pusing?? Stress?? Tidak tahu maksudnya?? Lalu anda hanya melihat-lihat gambarnya saja? Yang terjadi adalah: anda melihat huruf-huruf Mandarin tersebut persis seperti melihat cacing-cacing di kolam yang kena setrum. Hehe ….

Nah, begitu pula dengan anak-anak kita. Ketika mereka belajar huruf abjad atau ketika mengenal huruf dan dihadapkan dengan huruf-huruf alfabet yang merupakan hal baru bagi mereka, lalu kita memaksa mengajarkan kepada mereka cara belajar membaca dengan metode yang konvensional, maka persis!! Mereka seperti dijejali dengan huruf-huruf yang bentuknya meliuk-liuk seperti cacing tak karuan yang tak mereka mengerti apa maksudnya. Dan berpotensi anak menjadi stress serta merusak potensi kreatifitas mereka.

LALU, ADA SATU PERTANYAAN BESAR:
Sebenarnya, Boleh Ngga Sih Mengajarkan Membaca Bagi Anak Usia Dini?

JAWABANNYA:
Kenapa tidak? Mengajarkan ilmu adalah dianjurkan, bahkan sejak manusia di dalam kandungan ibu.

Termasuk mengajarkan anak membaca, sungguh diperbolehkan, selama metode belajar membaca yang digunakan adalah menyenangkan, membuat anak-anak menjadi bergembira, tidak memaksa, tidak menjadikan anak menjadi stress, dan dianjurkan dapat memberikan stimulasi bagi perkembangan daya kreativitas dan imajinasi anak.

Sebagaimana yang disampaikan oleh Glenn Doman di dalam bukunya: How to Teach Your Baby to Read, poin pentingnya: Orangtua dapat mengajarkan ilmu apapun kepada anak usia dini asalkan orangtua harus terlibat dan peduli terhadap upaya pengembangan potensi anak, serta yang paling penting adalah: dilakukan dengan penuh kegembiraan.

Ingat, tahun-tahun yang paling berdampak bagi anak adalah: justru sebelum anak masuk sekolah. Semua pakar sepakat bahwa awal-awal tahun pertama kehidupan anak adalah masa-masa emas bagi mereka. Informasi apapun yang diberikan kepada anak akan berdampak bagi kehidupan sang anak tersebut. Masa ini disebut sebagai: Golden Age. Pada masa ini, kemampuan otak anak untuk menyerap informasi sangat tinggi.

Seorang anak dapat mulai belajar bahasa sejak masih bayi. Dari 0-4 bulan, bayi merupakan ahli bahasa dunia yang jenius (LINGUIST GENIUS). Bayi mampu membedakan hingga 150 jenis suara yang akan membentuk semua bahasa di dunia. Bahkan, menurut Glenn Doman, bayi mampu menguasai 5-7 bahasa jika terus diperdengarkan kepada mereka secara teratur.

3 TAHAP PERKEMBANGAN KECERDASAN MANUSIA:

Dari usia 0 – 4 = 50% kemampuan belajar dikembangkan pada saat ini.
Usia 5 – 8 thn = 30%
9 – 18thn = HANYA 20% saja
Perkembangan kecerdasan manusia sangat pesat saat masih di usia dini. Dari usia 0-4 tahun manusia memiliki perkembangan kecerdasan sebesar 50%. Pada usia 5-8 tahun perkembangan kecerdasannya bertambah 30% menjadi 80%. Terakhir, pada usia 9-18 tahun bertambah hanya 20% saja dan mencapai titik kulminasi 100%.

Setelah usia 18 tahun, perkembangan kecerdasan manusia akan berhenti, melainkan hanya mengalami penambahan pengetahuan dan perbaikan pola belajar.

Pada anak usia dini, yang paling berpengaruh terhadap perkembangan kecerdasan anak adalah kemampuan:

visual
motorik
perseptual

Tiga hal di atas yang diolah otak manusia sedemikian hingga membentuk kecerdasan. Artinya, semakin anak mendapatkan banyak stimulus melalui visual, motorik, dan perseptual maka otaknya akan merespon dan berproses membentuk pola kecerdasan. Nah, kegiatan belajar membaca dan menulis menjadi alat bantu yang efektif dalam membentuk kecerdasan pada anak.

Kegemaran akan membaca itu penting, dan perlu dikembangkan pada anak sejak usia dini. Membaca dapat bermanfaat memberikan nilai lebih yang besar bagi anak berupa kecerdasan secara fisik (psikomotorik), emosi (afektif), dan intelektual (kognitif).

MENJADI CATATAN PENTING:

The Method of Learning is More Important than The Lesson
“Metode Belajar adalah lebih penting daripada pelajaran”

Metode merupakan instrumen utama dari pendidikan. Pendidikan jika tidak menggunakan metode yang jitu akan menghasilkan output yang kurang efektif dan memerlukan proses yang lebih sukar serta lama. Pendidikan jika menggunakan metode yang jitu dan cespleng maka tentu akan menghasilkan output yang maksimal, efektif, dan melewati proses yang lebih mudah serta efisien.

Begitu juga dalam kegiatan BELAJAR MEMBACA ANAK, diperlukan tools metode belajar membaca yang efektif agar berdampak bagi anak sehingga lebih mudah dan cepat bisa membaca, serta melalui proses pembelajaran tersebut secara menyenangkan seraya dapat memacu daya kreatifitas dan inisiatif anak.

Sebuah ironi di negara kita hingga saat ini, 20-30% jumlah anak usia sekolah mengalami kesulitan dalam membaca. Menjadi sangat ironi pula, pemerintah tidak memperbolehkan sekolah-sekolah TK untuk memberikan pelajaran membaca bagi siswanya. Sedangkan, ketika memasuki Sekolah Dasar (SD) sebagian besar pihak sekolah menuntut siswanya untuk bisa membaca, bahkan tidak sedikit pula yang menyelenggarakan tes membaca ketika penerimaan siswa baru. Yang tidak bisa membaca seakan-akan mendapatkan predikat sebagai siswa yang ketinggalan, sebagian menjadi malu, sebagian menurunkan harga diri dan motivasi belajar mereka.

Ketrampilan membaca menjadi sangat penting, karena hal tersebut menjadi pilar utama dari pendidikan. Dengan kemampuan membaca, anak akan memperoleh banyak pengetahuan, kreativitas, dan nilai-nilai kebaikan sebagai modal keberhasilan masa depan mereka.

Anak-anak zaman sekarang belajar dengan cara yang berbeda, karena anak-anak zaman sekarang jauh lebih cerdas. Berdasarkan kajian dari Sam Goldstein, neuropsychologist from the University of Utah, menyatakan bahwa anak-anak zaman sekarang memiliki tingkat kecerdasan yang jauh lebih tinggi dibandingkan generasi sebelumnya. Hal tersebut terlihat dari peningkatan hasil tes kecerdasan yang jauh lebih baik dan menampilkan angka-angka yang cenderung terus mengalami kenaikan.

Anak-anak di zaman sekarang berbeda, sehingga membutuhkan alat pembelajaran yang lebih efektif. Anak kita membutuhkan sebuah program atau metode yang dapat menjawab kebutuhan mereka dalam hal cara belajar membaca.

Metode belajar membaca yang tradisional menjadi tidak efektif lagi. Metode belajar membaca anak usia dini harus lebih interaktif dan inovatif untuk menarik perhatian mereka dan membuat mereka menjadi lebih cerdas dan kreatif.

Dan kini, telah hadir untuk Anda, Belajar Membaca METODE FAST. Sebuah metode Belajar Membaca yang inovatif dan menyenangkan. Inilah sebuah terobosan baru dalam bidang pengajaran belajar membaca anak, yang membuat anak bisa cepat membaca secara cerdas dan menyenangkan dalam tempo waktu yang sangat singkat.
PAUD (pendidikan anak usia dini)


Belajar Membaca Untuk Anak Usia Dini

 Bisa membaca di usia dini mungkin bukanlah segalanya. Ada hal yang lebih penting dari kemampuan membaca, yang justru agak sering terlewatkan, yaitu bagaimana membuat anak-anak senang dengan buku dan kegiatan membaca.
Jika pembentukan kebiasaan membaca kurang dibangun, tak jarang, ada anak yang sudah bisa membaca tetapi tidak tertarik dengan buku.
Akan tetapi, tidaklah pula berlebihan jika orang tua mulai menyediakan media Belajar membaca (apapun itu) pada saat anak-anak terlihat begitu antusias dengan buku dan kegiatan membaca, meskipun mereka masih berusia balita atau bahkan batita. Kontroversi tentang hal tersebut memang masih selalu hangat dibicarakan dan tak pernah ada habisnya dari waktu ke waktu. Beberapa pihak bahkan melarang orang tua atau guru untuk mengajarkan keterampilan membaca pada usia dini, dengan alasan takut anak-anak jadi terbebani, sehingga mereka menjadi benci dengan kata “Belajar”.
Namun sejauh pengalaman saya, selama prinsip belajar ‘fun’ yang dikembangkan, materi apapun yang diajarkan kepada anak usia dini selalu direspon dengan baik dan anak-anak suka untuk belajar. Mengajak anak-anak untuk belajar membaca menurut saya jauh lebih baik daripada membiarkan mereka menonton TV seharian. Tanpa kita sadari sesungguhnya anak-anak juga belajar sesuatu lewat TV, yang sayangnya lebih banyak berupa hal-hal negatif daripada hal-hal yang positif.

 Seputar metode belajar

Metode mengajar balita membaca sangatlah beragam. Karena begitu beragamnya, lagi-lagi kita akan menemukan perbedaan dasar pemikiran dari metode-metode tersebut. Meskipun kadang-kadang sering mencuat pertentangan yang tajam antar berbagai metode, kita tak perlu bingung. Kenali saja semua konsep yang ditawarkan, dan kenali pula gaya belajar anak-anak kita. Jika metode dan gaya belajar cocok, kita bisa lebih mudah memotivasi anak untuk belajar.
Berdasarkan telaah saya, sejauh ini di dunia belajar ini dikenal 2 metode besar, yaitu metode terstruktur dan metode tidak terstruktur (acak). Keduanya tidak lebih baik atau lebih jelek dari yang lainnya. Metode terstruktur dan tidak terstruktur (acak) bisa saling melengkapi sesuai karakter dua belahan sisi otak kita yang kini populer dengan istilah otak kiri dan otak kanan.
Otak kiri memiliki karakteristik yang teratur, runut (sistematis), analitis, logis, dan karakter-karakter terstruktur lainnya. Kita membutuhkan kerja otak kiri ini untuk menyelesaikan masalah-masalah yang berhubungan dengan data, angka, urutan, dan logika.

Adapun karakteristik otak kanan berhubungan dengan rima, irama, musik, gambar, dan imajinasi. Aktivitas kreatif muncul atas hasil kerja otak kanan.
Melalui deskripsi tentang karakteristik dua belahan otak tersebut, kita tentu bisa melihat bahwa keduanya tidak bisa dipisahkan dari kehidupan kita. Apa jadinya para kreator-kreator seni jika tak punya tim manajemen yang handal. Bisa kita bayangkan pula sepi dan monotonnya dunia ini jika penghuninya hanyalah para ahli matematika atau akuntansi yang selalu sibuk dengan angka. Secara personal, kita pun akan menjelma menjadi orang yang “timpang” jika tidak mampu menyeimbangkan kinerja dua sisi otak kita. Kita pun bisa tumbuh menjadi orang yang “ekstrem” dalam memandang belajar dan cara belajar.
Selain metode belajar, karakteristik anak-anak juga perlu kita ketahui dan pahami agar kita bisa merancang model-model belajar yang menarik minat anak. Beberapa karakteristik anak secara umum adalah sebagai berikut:
1. Konsentrasi lebih pendek (relatif)
2. Tidak suka diatur/dipaksa
3. Tidak suka dites
Ketiga ciri tersebut jelas menunjukkan kepada kita bahwa mengajar balita membaca tak bisa dilakukan dengan cara-cara orang dewasa. Kita membutuhkan teknik-teknik yang lebih bervariasi dan adaptif terhadap kecenderungan anak-anak. Dan hanya satu kegiatan yang bisa melumerkan 3 karakteristik di atas yaitu BERMAIN. Mengapa? Karena dalam bermain anak-anak tidak menemukan tes, paksaan, dan batas waktu. Ketika bermainlah anak-anak menemukan kebebasan dirinya untuk berekspresi. Ketika bermain pula mereka menemukan kesenangan mereka.

Model-model belajar membaca untuk inspirasi

1.  Belajar membaca lewat kosa kata
Kosa kata adalah pembentuk kalimat. Lewat kosa kata yang makin beragam, kalimat yang kita keluarkan pun akan semakin kaya. Lewat kosa kata, anak-anak akan belajar tak hanya kemampuan membaca tetapi juga perbendaharaan dan pemahaman akan kata-kata yang akan mereka gunakan dalam berbicara.
Variasi yang bisa digunakan diantaranya, kartu kata yang disajikan dengan model Glen Doman, poster kata yang ditempel di dinding, buku-buku bergambar yang kalimatnya pendek dan ukuran hurufnya cukup besar. Prinsip yang dipakai dari metode tersebut adalah belajar dengan melakukannya. BELAJAR MEMBACA dengan MEMBACA.
Hal-hal khusus yang menyertai model ini adalah kemungkinan anak-anak untuk mengenal pola lebih lama. Artinya, bisa jadi untuk bisa benar-benar membaca semua kata yang diperlihatkan kepada mereka (meski belum diajarkan) membutuhkan waktu yang cukup lama, tergantung kecepatan anak.
2. Belajar Membaca lewat Suku Kata
Model ini paling banyak digunakan, terutama di sekolah-sekolah. Prinsip dasarnya adalah terlebih dulu mengenali pola sebelum masuk pada fase membaca.
Belajar lewat suku kata misalnya ba bi bu be bo dan seterusnya juga memiliki efek tersendiri, diantaranya kecepatan membaca yang sedikit lambat jika tidak diiringi latihan langsung lewat buku atau bacaan-bacaan. Mengapa demikian? Karena anak-anak akan terbiasa dengan membaca pola lebih dulu baru membaca. Kerja otak kiri lebih dominan dalam hal tersebut.
Untuk mengimbanginya, kita harus lebih sering memotivasi anak untuk membaca kata-kata secara langsung lewat buku tanpa harus memilah suku katanya.
3.  Belajar membaca dengan mengeja
Model ini di awali dengan pengenalan huruf baru kemudian merangkainya menjadi gabungan huruf dan kemudian kata. Sebenarnya metode ini sudah jarang digunakan orang karena memang terbukti cukup sulit bagi anak.
Kerja otak kiri akan semakin dominan jika kita memakai metode ini. Anak-anak harus melewati tiga tahapan menuju kata, yaitu huruf, suku kata, lalu kata. Memang ada anak-anak yang bisa belajar dengan metode ini, tapi lagi-lagi latihan membaca kata secara intensif harus mengiringinya agar anak-anak merasa percaya diri untuk membaca.

Belajar Multi Metode

Adakalanya spesialisasi itu baik untuk mengenal kedalaman suatu ilmu, tapi dalam belajar membaca kita bisa mempergunakan multi metode sekaligus tanpa harus merasa tabu hanya karena teori yang kita peroleh dianggap paling rasional.
Dengan kata lain, kita bisa memperkenalkan pada anak-anak kita semuanya, huruf, suku kata, ataupun kosa kata. Catatan pentingnya tentu saja: sajikan dengan perasaan riang sehingga anak-anak kita pun mendeteksi kegembiraan dan ketulusan yang kita berikan pada mereka. Hal itu jauh lebih berarti dan lebih efektif daripada segudang metode terhebat sekalipun.
Tersisa dari itu semua, “kita memang tak boleh berhenti belajar”